Rongga mulut manusia adalah sebuah ekosistem yang luar biasa kompleks, menjadi rumah bagi lebih dari 700 spesies mikroorganisme yang secara kolektif dikenal sebagai mikrobioma oral (Dewhirst et al., 2010). Lingkungan yang hangat, lembap, dan kaya akan nutrisi menjadikannya habitat ideal bagi pertumbuhan bakteri.

Namun, keberadaan bakteri ini tidak selalu bermakna negatif. Mikrobioma oral yang seimbang justru esensial untuk kesehatan. Artikel ini akan membahas 10 bakteri yang paling sering ditemukan di mulut, mengupas peran mereka dari yang bersifat patogenik hingga yang berpotensi memberikan manfaat.

Bakteri-bakteri Penyebab Penyakit Gigi dan Gusi

Sebagian besar masalah kesehatan mulut, mulai dari gigi berlubang hingga penyakit gusi yang parah, didalangi oleh aktivitas sekelompok bakteri spesifik. Mereka mengubah gula menjadi asam dan memicu respons peradangan yang merusak jaringan.

1. Streptococcus mutans

Inilah bakteri yang paling sering disebut sebagai penyebab utama gigi berlubang (karies). S. mutans memiliki kemampuan luar biasa untuk memetabolisme sukrosa (gula) menjadi asam laktat. Asam inilah yang secara perlahan melarutkan enamel gigi, proses yang dikenal sebagai demineralisasi. Selain itu, bakteri ini juga memproduksi glukan, sebuah polisakarida lengket yang memungkinkannya menempel erat pada permukaan gigi dan membentuk matriks biofilm yang kita kenal sebagai plak (Lemos et al., 2013).

Pelekatan S. mutan dan pembentukan plak gigi

2. Porphyromonas gingivalis

Jika S. mutans adalah musuh utama enamel gigi, maka P. gingivalis adalah patogen kunci dalam penyakit periodontal (penyakit gusi). Bakteri anaerob ini merupakan komponen utama dari “kompleks merah,” sebuah kelompok bakteri yang sangat terkait dengan periodontitis kronis. P. gingivalis dapat memicu respons peradangan yang hebat pada gusi, yang jika tidak ditangani dapat menyebabkan kerusakan tulang penyangga gigi (Hajishengallis, 2015).

Ilustrasi yang menunjukkan struktur gigi dan jaringan periodontal, serta peran Porphyromonas gingivalis dalam penyakit gusi.

3. Tannerella forsythia

Bakteri ini juga merupakan anggota “kompleks merah” dan sering ditemukan bersama P. gingivalis di kantong periodontal yang dalam. Kehadirannya merupakan indikator kuat dari perkembangan gingivitis (radang gusi) menjadi periodontitis yang lebih merusak.

Diagram yang menjelaskan bagaimana bakteri Tannerella forsythia berinteraksi dengan bakteri lain di dalam mulut dan bagaimana hal itu memengaruhi kesehatan gusi dan jaringan penyangga gigi.

4. Fusobacterium nucleatum

F. nucleatum dianggap sebagai “bakteri jembatan” dalam ekosistem plak. Ia memiliki kemampuan unik untuk berkoagregasi atau menempel pada bakteri koloni awal (seperti Streptococcus) dan bakteri koloni akhir (seperti P. gingivalis), sehingga membantu membangun struktur biofilm plak yang lebih kompleks (Kolenbrander et al., 2002). Bakteri ini juga merupakan salah satu kontributor utama bau mulut (halitosis) karena kemampuannya menghasilkan senyawa sulfur yang mudah menguap.

Ilustrasi ekosistem bakteri di permukaan gigi, menunjukkan kolonis awal dan akhir serta spesies bakteri yang terlibat dalam pembentukan plak.

Bakteri Komensal: Penduduk Netral yang Bisa Berubah Sifat

Tidak semua bakteri secara aktif menyebabkan penyakit. Banyak di antaranya adalah komensal, artinya mereka hidup di mulut tanpa membahayakan inangnya. Namun, dalam kondisi tertentu, mereka bisa menjadi oportunistik.

5. Spesies Lactobacillus

Peran Lactobacillus di mulut cukup ambigu. Di satu sisi, bakteri ini bersifat asidogenik (penghasil asam) dan sering ditemukan pada lesi karies yang sudah dalam, sehingga berkontribusi pada progresi lubang gigi. Di sisi lain, beberapa strain Lactobacillus dianggap sebagai probiotik dan merupakan bagian dari mikrobiota mulut yang sehat.

6. Spesies Actinomyces

Actinomyces, khususnya A. naeslundii, adalah salah satu bakteri pertama yang menghuni permukaan gigi yang bersih. Mereka memainkan peran penting dalam pembentukan awal plak, namun umumnya tidak dianggap sebagai patogen utama kecuali pada kasus karies akar pada individu lanjut usia.

7. Spesies Veillonella

Bakteri ini memiliki peran metabolik yang menarik. Veillonella tidak dapat memetabolisme karbohidrat secara langsung. Sebaliknya, ia menggunakan asam laktat yang dihasilkan oleh bakteri lain (seperti S. mutans) sebagai sumber energinya. Secara teori, aktivitas ini dapat membantu sedikit mengurangi keasaman di dalam plak (Aas et al., 2005).

Bakteri Baik yang Berpotensi Jadi Pelindung

Mikrobioma oral yang sehat juga mengandung bakteri yang secara aktif berkontribusi dalam menjaga keseimbangan dan menekan pertumbuhan patogen.

8. Streptococcus salivarius

Khususnya strain K12, S. salivarius adalah salah satu bakteri baik yang paling banyak diteliti. Ia menghasilkan peptida antimikroba yang disebut Bacteriocin-Like Inhibitory Substances (BLIS), yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen, termasuk S. mutans dan bakteri penyebab bau mulut. Kehadirannya sering dikaitkan dengan kesehatan mulut dan tenggorokan yang baik.

9. Spesies Neisseria

Bakteri ini adalah koloni awal pada permukaan gigi dan dianggap sebagai bagian dari flora normal. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa Neisseria dapat mengubah nitrat dari makanan (seperti sayuran hijau) menjadi nitrit, yang kemudian dapat diubah menjadi oksida nitrat. Senyawa ini diketahui memiliki sifat antimikroba dan membantu mengatur tekanan darah.

10. Rothia mucilaginosa

Sebagai anggota flora komensal, Rothia umumnya tidak berbahaya dan sering ditemukan pada lidah dan plak gigi. Ia juga memiliki kemampuan untuk mengubah nitrat menjadi nitrit, berkontribusi pada ekosistem oral yang seimbang.

Implikasi Kesehatan dan Keseimbangan Mikrobioma

Keseimbangan antara bakteri patogenik dan komensal sangat penting. Ketika keseimbangan ini terganggu—misalnya karena pola makan tinggi gula atau kebersihan mulut yang buruk—bakteri patogen dapat berkembang biak dan menyebabkan penyakit. Lebih jauh lagi, penelitian modern telah menunjukkan hubungan kuat antara kesehatan mulut dan kesehatan sistemik.

Bakteri seperti P. gingivalis dan F. nucleatum telah terdeteksi pada plak aterosklerotik di pembuluh darah jantung dan bahkan pada tumor kolorektal, menunjukkan bahwa bakteri mulut dapat berpindah dan menyebabkan masalah di bagian tubuh lain (Hajishengallis, 2015).

Cara terbaik untuk mengendalikan populasi bakteri berbahaya adalah melalui tindakan mekanis, yaitu menyikat gigi secara teratur dan menggunakan benang gigi (flossing). Tindakan ini secara fisik mengganggu struktur biofilm plak dan mencegahnya matang menjadi komunitas yang lebih patogenik.


Daftar Pustaka

  • Aas, J. A., Paster, B. J., Stokes, L. N., Olsen, I., & Dewhirst, F. E. (2005). Defining the normal bacterial flora of the oral cavity. Journal of Clinical Microbiology, 43(11), 5721–5732.
  • Dewhirst, F. E., Chen, T., Izard, J., Paster, B. J., Tanner, A. C., Yu, W. H., … & Wade, W. G. (2010). The human oral microbiome. Journal of bacteriology, 192(19), 5002–5017.
  • Hajishengallis, G. (2015). Periodontitis: from microbial immune subversion to systemic inflammation. Nature Reviews Immunology, 15(1), 30–44.
  • Kolenbrander, P. E., Andersen, R. N., Blehert, D. S., Egland, P. G., Foster, J. S., & Palmer Jr, R. J. (2002). Communication among oral bacteria. Microbiology and molecular biology reviews, 66(3), 486-505.
  • Lemos, J. A., Palmer, S. R., Zeng, L., Wen, Z. T., Kajfasz, J. K., Freires, I. A., … & Abranches, J. (2013). The biology of Streptococcus mutans. Gram-positive pathogens, 3, 435-448.

Tinggalkan Balasan