Konsep bahwa mikrob tanah dapat membantu tanaman sudah kita dengar berulang kali. Namun, pertanyaannya seringkali berhenti di situ: “mikrob yang mana?” Kebanyakan diskusi hanya berkutat pada ide umum tanpa pernah menyebut nama-nama spesifik. Akibatnya, konsep “tanah sehat” terasa abstrak dan sulit diterapkan.
Sebuah studi terobosan di jurnal Nature Microbiology akhirnya memberikan jawaban yang lebih konkret. Dengan menganalisis tanah di sepanjang gradien curah hujan yang ekstrem di Kansas, para peneliti berhasil mengidentifikasi kelompok-kelompok bakteri spesifik yang secara konsisten dominan di tanah yang secara historis kering. Bakteri-bakteri inilah yang diduga kuat menjadi “aktor utama” di balik kemampuan tanaman untuk bertahan hidup saat kekeringan melanda.
Artikel ini akan merinci bakteri-bakteri spesifik yang ditemukan dalam penelitian tersebut dan menjelaskan peran mereka dalam menciptakan tanaman yang lebih tangguh.
Dua Kelompok Besar: Fila Dominan di Tanah Kering
Temuan paling signifikan di tingkat makro adalah adanya dua filum (kelompok besar dalam klasifikasi bakteri) yang secara konsisten melimpah di tanah dengan “warisan” curah hujan rendah. Artinya, di tanah yang sudah terbiasa kering, dua kelompok ini adalah penguasanya.
- Actinomycetota: Kelompok ini dikenal luas karena kemampuannya menghasilkan antibiotik dan senyawa lain yang bermanfaat. Dalam konteks kekeringan, banyak anggota filum ini mampu membentuk spora dan bertahan dalam kondisi ekstrem.
- Bacillota: Sama seperti Actinomycetota, banyak bakteri dalam filum Bacillota (sebelumnya dikenal sebagai Firmicutes) juga mampu membentuk endospora yang sangat tahan banting, memungkinkan mereka “tertidur” selama kondisi kering dan aktif kembali saat air tersedia.
Sebaliknya, filum seperti Pseudomonadota dan Acidobacteriota justru lebih melimpah di tanah dengan curah hujan tinggi. Ini menunjukkan bahwa kondisi air historis benar-benar membentuk siapa yang menjadi “raja” di ekosistem mikroba tanah.
Mengenal Para ‘Spesialis’: Bakteri Biomarker Kekeringan
Penelitian ini tidak berhenti di tingkat filum. Dengan analisis genetik yang lebih dalam, para ilmuwan mengidentifikasi beberapa genus bakteri spesifik yang menunjukkan variasi genetik yang terkait langsung dengan tingkat curah hujan. Bakteri-bakteri ini dianggap sebagai “biomarker” atau penanda dari tanah yang sudah teradaptasi kekeringan.

Beberapa di antaranya yang paling menonjol adalah:
- Streptomyces
- Rubrobacter
- Bradyrhizobium (beberapa garis keturunan/lineage)
- Luteitalea
- Bacillus
Bakteri-bakteri ini bukan hanya sekadar ada. Analisis menunjukkan adanya varian genetik spesifik di dalam spesies-spesies ini yang hanya ditemukan di tanah kering. Ini adalah bukti kuat dari proses evolusi adaptif, di mana bakteri-bakteri ini telah mengubah DNA mereka untuk bisa bertahan hidup dan berfungsi secara optimal di lingkungan yang kekurangan air.
Bukan Hanya Ada, Tapi Aktif Bekerja: Apa yang Mereka Lakukan?
Mengetahui nama bakterinya tentu penting, tapi lebih penting lagi memahami apa yang mereka lakukan. Analisis fungsional (metatranskriptomik) dalam studi ini mengungkap bahwa bakteri-bakteri di tanah kering ini tidak hanya “tidur” menunggu hujan. Mereka secara aktif menjalankan fungsi-fungsi biologis yang krusial untuk bertahan hidup.
Beberapa proses biologis yang secara signifikan lebih aktif pada mikroba “warisan kering” meliputi:
- Siklus Nitrogen: Kemampuan untuk mengolah nitrogen, nutrisi penting bagi tanaman.
- Perbaikan DNA (DNA Repair): Mekanisme pertahanan untuk memperbaiki kerusakan sel akibat stres lingkungan seperti radiasi UV dan kekeringan.
- Metabolisme Asam Lemak: Penting untuk menjaga integritas membran sel di bawah tekanan osmotik (kekeringan).
- Respons terhadap Stres Osmotik: Kemampuan untuk mengatur keseimbangan air di dalam sel mereka.
Ketika mikroba ini diberikan kepada tanaman rumput gamagrass, mereka memicu ekspresi gen-gen pada tanaman yang mengatur efisiensi penggunaan air. Artinya, bakteri-bakteri ini secara aktif “mengajari” tanaman cara menjadi lebih hemat air.
Kesimpulan: Arah Baru untuk Pertanian Tahan Iklim
Jadi, ya, penelitian ini secara spesifik menyebutkan nama-nama “jagoan” mikroba yang dominan di tanah kering. Dominasi kelompok besar seperti Actinomycetota dan Bacillota, serta adaptasi genetik pada genus spesialis seperti Streptomyces dan Bradyrhizobium, adalah kunci dari fenomena “memori” tanah ini.
Penemuan ini memvalidasi gagasan bahwa solusi untuk pertanian yang lebih tangguh mungkin tidak selalu datang dari pupuk kimia atau rekayasa genetika tanaman yang rumit. Solusinya mungkin sudah ada di dalam tanah itu sendiri, dalam bentuk komunitas mikroba yang telah teruji oleh waktu. Langkah selanjutnya yang logis adalah mengisolasi “spesialis” ini dan mengujinya sebagai “probiotik tanah” untuk meningkatkan ketahanan tanaman pangan di seluruh dunia.
Sumber
Ginnan, N.A., Custódio, V., Gopaulchan, D. et al. Precipitation legacy effects on soil microbiota facilitate adaptive drought responses in plants. Nat Microbiol 10, 2823–2844 (2025). https://doi.org/10.1038/s41564-025-02148-8