Komunikasi antar sel adalah faktor yang esensial bagi makhluk hidup manapun, baik makhluk multiseluler kompleks seperti manusia atau mikroorganisme seperti bakteri atau cendawan. Komunikasi antar sel ini bertanggung jawab atas keserasian dan koordinasi aktivitas masing-masing sel baik dalam jaringan organisme multiseluler atau pada koloni mikroorganisme seperti yang telah disebutkan diatas.
Komunikasi sel melibatkan sistem kompleks yang meliputi sistem transduksi sinyal yang ternyata bersifat universal, artinya sistem transduksi sinya tersebut hampir serupa pada tiap makhluk hidup.
Komunikasi antar sel tersebut meliputi mekanisme penyampaian sinyal yang melibatkan sinyal kimiawi, elektromagnetik dan sinyal mekanik. Sistem ini umumnya bersifat universal dan terkonservasi, artinya, selama perjalanan suatu organisme berdivergensi dalam proses evolusi, tak mengalami perubahan yang berarti.
Mekanisme Umum Transduksi Sinyal Pada Makhluk Hidup
Umumnya ada tiga komponen penting dalam pengolahan dan penyampaian sinyal pada makhluk hidup.
- Stimulus dari lingkungan : berupa partikel atau faktor lingkungan lain yang berfungsi mengaktifkan sistem transduksi
- Protein kinase: Berupa protein yang akan aktif dan memecah sumber energi berupa ATP atau GTP saat sinyal mulai diolah (Mengalami autofosforilasi)
- Respon regulator: Berupa molekul (biasanya protein) yang akan diaktifkan (dapat pula diinaktivasi) dengan pemecahan ATP atau GTP oleh protein kinase yang mentransfer gugus fosfatnya pada molekul ini.
(Perhatikan Gambar 1!)
Bagian yang di Bold adalah komponen yang disebut Komponen Sensorik dan komponen nomor tiga yang tidak dibold merupakan komponen Response Regulator.
Sistem Transduksi Sinyal Regulator Dua Komponen
Sistem transduksi sinyal yang memiliki komponen sensorik dan response regulator ini sering disebut sebagai Sistem Transduksi Sinyal Regulator Dua Komponen.
Sensor kinase yang merupakan komponen sensorik akan mendeteksi sinyal dari lingkungan bakteri atau mikroorganisme tersebut hidup dan memforforilasi dirinya sendiri pada bagian protein yang mengandung residu histidin spesifik hingga sering disebut sebagai Histidin Kinase.
Setelah terfosforilasi, Histidin Kinase tersebut memfosforilasi komponen kedua yakni Response Regulator. Fosforilasi molekul Response Regulator ini dapat mengaktifkan atau bahkan menginaktivasi Response Regulator.
Selanjutnya, respons regulator akan mengatur apakah gen yang terkait sistem transduksi sinyal ini akan diaktifkan atau direpresi. Silahkan pahami kembali gambar berikut
Fosfatase : Komponen yang Menjaga Siklus Tetap Berjalan
Selain komponen yang telah dijelaskan sebelumnya, ada komponen lain dalam sistem transduksi sinyal yang bertanggung jawab pada sistem feedback loop dari transduksi sinyal. Komponen ini adalah enzim fosfatase yang bertanggung jawab membuang gugus fosfat pada respon regulator agar kembali pada keadaan non-fosforilasi dan sistem transduksi diulang dari awal.
Regulasi Protein Porin Pada Membran Sel Bakteri Eschericia coli
Contoh pertama dari sistem transduksi sinyal dua komponen pada bakteri adalah respon bakteri terhadap perubahan tekanan osmotik lingkungan. Dari gambar diatas Anda dapat mengetahui komponen yang berperan dalam respon ini, pada bakteri gram negatif.
Pada laposan lipopolisakarida dinding sel bakteri gram negatif tersebut terdapat dua protein porin yakni
- Porin OmpF, disandikan oleh gen ompF, bertanggung jawab mengatur lalu lintas osmolit pada keadaan osmolaritas yang rendah
- Porin OmpC, disandikan oleh gen ompC, bertanggung jawab saat keadaan osmotik tinggi
Begini rinciannya,
Pada gambar diatas, Anda juga dapat melihat keberadaan protein EnvZ, yang merupakan protein histidin-kinase sebagai komponen sensor serta protein OmpR yang menjadi komponen response Regulator.
Cara kerja sistem ini adalah sebagai berikut:
Saat tekanan osmotik berubah, EnzV akan melakukan autofosforilasi dan mentransfer gugus fosfatnya pada protein OmpR. Saat tekanan osmotik meninggi, protein OmpR-P akan mengaktifkan gen ompC dan merepresi transkripsi gen ompF.
Hasilnya adalah sel tersebut lebih banyak memiliki porin OmpC yang pada gambar diatas diilustrasikan sebagai protein yang memiliki pori lebih rendah, agar osmolit atau air tidak berlebihan keluar masuk sel.
Sebaliknya, saat bakteri dipaparkan pada kondisi tekanan osmotik rendah, sistem transduksi sinyal akan mengaktifkan sintesis protein porin OmpF.
Respon Terhadap Repellant dan Atractant
Pada transduksi sinyal yang bertanggung jawab dalam respon terhadap repellant dan atraktan ini memiliki proses yang lebih rumit dibandingkan respon bakteri terhadap perubahan tekanan osmotik lingkungan. Mekanisme respon terhadap bahan kimia atau kemotaksis ini melibatkan signal cascade dari banyak protein.
Membran sel memiliki beberapa protein yang sensitif pada beberapa jenis zat kimia yang bertindak sebagai repelan atau atraktan. Protein sensor tersebut, bukanlah protein kinase, namun, pada proses cascading signal yang dilakukan, protein ini akan berinteraksi dengan sensor kinase pada sitoplasma sel terkait.
Protein sensor pada prosedur ini disebut protein Methyl-acepting Chemotaxis Protein atau MCPs. Bakteri seperti E.coli sendiri memiliki lima jenis MCPs pada membran sel mereka. Contohnya adalah Tar MCPs. Tar MCP mampu mendeteksi atraktan berupa asam aspartat dan gula maltosa untuk kegiatan pemanenan energi atau metabolisme sel mereka. Protein tersebut juga mampu mendeteksi repelan berupa logam berat seperti kobalt dan nikel.
Setelah konformasinya berubah akibat berikatan dengan molekul sinyal (repelan atau atraktan), MPCs akan berinteraksi dengan dua protein kinase yakni CheA dan CheW. Interaksi MCPs pada protein CheW akan mengubah konformasi protein CheW dan membantu CheWA untuk melakukan autofosforilasi. Ada dua respon yang akan dipicu oleh protein CheW-ChewA-P.
Pertama, jika yang berikatan adalah repelan, maka kompleks protein kinase tersebut akan memfosforilasi protein CheY menjadi CheY-P yang akan menempelkan diri pada motor flagella dan memicu gerak menggelinding menjauhi repellan. Untuk menjaga siklus tetap berjalan atau menghentikan gerakan menggelinding, CheY-P akan didefosforilasi oleh protein CheZ, dan sel akan bergerak dengan lurus seperti berenang.
Mekanisme kedua adalah fosforilasi CheB oleh kompleks CheW-CheA-P yang akan melakukan demetilasi pada protein MCP.
Jadi begini,
Kepekaan Protein MCPs pada atraktan dan repelan tergantung pada keadaan metilisasi protein tersebut. Saat MCPs termetilisasi, protein ini akan sensitif terhadap repelan, jadi sel akan terus menggelinding menjauh dari wilayah kaya repelan, dan insensitif pada atraktan. Jadi meski wilayah tersebut kaya akan zat makanan (atraktan), bakteri akan tetap menggelinding menjauhi area tersebut.
Sedangkan saat CheB-P mendemetilasi protein MPCs, protein ini akan lebih sensitif pada atraktan dan akan berenang menuju wilayah tersebut. MCPs juga akan insensitif terhadap repelan, jadi tidak akan mengaktifkan CheY-P pada konsentrasirepellant rendah.
Dari mekanisme ini dapat disimpulkan bahwa sistem transduksi Signal Cascading dibutuhkan untuk menanggapi sinyal dari lingkungan dengan berbagai variasi konsentrasi.
Sumber Pustaka dan Gambar
Fontana, J.S. 1993. Signal Transduction Schemes of Bacteria. Cell. Vol.70. Hal: 857-871
Madigan, T.M dkk. 2014. Brock’s Biology of Microorganisms. ISBN 978-0-321-89739-8
Satu pemikiran pada “Transduksi Sinyal Pada Mikroorganisme”