Mengenal Listeria monocytogenes & Inaktivasinya dengan Panas

Listeria monocytogenes merupakan bakteri patogen yang menyebabkan wabah listeria atau penyakit listeriosis. Bakteri ini ditemukan sebagai kontaminan di berbagai produk pertanian dan bahan pangan seperti daging, produk susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran. Bakteri Listeria adalah bakteri gram positif, tidak membentuk spora dan umumnya ditemukan di tanah, air, dan tumbuhan. Tidak seperti kebanyakan bakteri, patogen ini dapat tumbuh pada suhu refrigerator (4-0 °C), dan tergolong ke dalam bakteri psikrofilik. Dengan kemampuan tumbuh pada rentang suhu yang luas (0 – 45 ºC) dan stress eksternal seperti pH ekstrim (4,4 – 4,9) dan memiliki Aw 0,92, konsentrasi garam hingga 14% toleran terhadap stress osmotic, serta pertahanannya di bawah kondisi penyimpanan (Hamidiyan et al., 2018).

Bakteri Listeria monocytogenes hasil pengecatan gram
Bakteri Listeria monocytogenes adalah bakteri gram positif penyebab listeriosis

Saat menginfeksi manusia, bakteri ini diketahui memiliki tingkat patogenitas pada pangan dan beresiko pada konsumen rentan seperti ibu hamil, dan kelompok imunitas rendah. Kondisi terparah dapat terjadi pada kelompok rentan tersebut hingga menyebabkan ensefalitis, septicemia, keguguran, meningitis, hingga kematian. Namun, pada individu sehat bakteri ini tidak bergejala atau bergejala ringan. Beberapa gejala listeriosis antara lain demam, nyeri badan, dingin, mual, muntah dan diare.

Beberapa negara telah melaporkan terjadinya outbreak atau kejadian luar biasa karena ditemukannya bakteri ini pada bahan pangan dengan proses minimal (minimally processed food) dan pangan siap konsumsi (ready to eat, RTE food).

Kasus Listeriosis pada Berbagai Produk Makanan

listeria penyebab listeriosis

Sejak tahun 1929, bakteri ini telah ditetapkan sebagai patogen pangan (foodborne pathogen) dengan sederet kasus di berbagai negara dan berbagai produk pangan, seperti pada tahun 1981 terdapat 41 orang menderita listeriosis karena mengkonsumsi selada yang terkontaminasi L. monocytogenes di Kanada dan 142 kasus dengan 48 kematian pada kasus keju meksiko di California (Doyle et al., 2001).

Bakteri ini juga mengkontaminasi produk perikanan laut di Amerika Serikat pada 1987 dengan prevalensi 4-12%. Angka ini terbilang rendah jika dibandingkan dengan  daging segar (4-60%), unggas segar (23-60%) , dan lebih tinggi jika dibandingkan dengan prevalensi susu segar (2,2%) (Embarek, 1994).

Kasus pertama pada buah segar tercatat pertama kali di tahun 2011 pada produk sejenis blewah (cantaloupe) dengan total 147 kasus (142 dirawat, 33 kematian).  Pada beberapa tahun terakhir ini, kasus listeriosis juga masih muncul di komoditas lain yaitu apel, di Kanada pada akhir 2014 hingga awal 2015 bakteri ini dilaporkan menjadi outbreak yang bersumber dari apel karamel yang menyebabkan 35 kasus dengan 24 orang dirawat dan 7 korban meninggal dunia.

Pada kasus tersebut dilaporkan 11 orang merupakan wanita hamil dan 1 orang keguguran (Salazar et al., 2016). Kasus adanya kontaminasi L. monocytogenes pada apel kembali muncul pada tahun 2019, sekitar 2300 kasus kontaminasi terjadi pada apel segar varian Honeycrisp dan beberapa jenis lain yang mengakibatkan adanya penarikan dari produk dari pasaran.

Saat ini listeriosis kembali terjadi terkait dengan jamur enoki yang sedang populer di Indonesia sebagai pelengkap hidangan shabu-shabu dan grill di berbagai tempat makan. Berdasarkan laporan Center for Disease Control and Prevention, Amerika Serikat, ditemukan 36 kasus dengan 4 kematian yang ditindaklanjuti dengan penarikan enoki yang dipasarkan oleh 3 perusahaan.

Inaktivasi bakteri dengan pemanasan

Terkait dengan kasus saat ini, adanya kontaminasi pada jamur enoki seharusnya tidak perlu dikhawatirkan apabila bahan tersebut diolah dengan cara penanganan yang baik dan benar serta dimasak dengan benar. Beberapa penelitian menunjukkan reduksi jumlah L. monocytogenes dengan perlakuan panas (Chmielewski & Frank, 2006; Gaze et al., 2006).

Hal yang perlu dipahami dalam keamanan pangan berkaitan dengan pengurangan jumlah bakteri dengan menggunakan proses panas adalah nilai D, nilai z, nilai P, dan nilai F. Nilai D merupakan waktu yang diperlukan untuk mengurangi 1 siklus log bakteri, atau 90% dari populasi bakteri awal. Nilai z merupakan perubahan suhu yang menyebabkan reduksi mikroba sebesar 1 nilai D, sedangkan kecukupan panas dinyatakan dengan nilai P. Nilai P tersebut merupakan waktu pemanasan pada suhu tertentu yang diperlukan untuk mencapai nilai pasteurisasi tertentu tergantung standar yang ditetapkan. Misalnya, sebuah perusahaan pangan menetapkan nilai P adalah 3D atau bila populasi mikroba awal adalah 104 akan dikurangi menjadi 101. Sedangkan proses panas untuk sterilisasi dihitung sebagai nilai F (Heldman & Singh, 2001).

Ketahanan bakteri ini terhadap panas beragam tergantung pada produk yang terkontaminasi, jumlah mikroba yang mengkontaminasi, dan strain bakterinya. Beberapa review yang telah dilakukan terdapat beberapa suhu yang telah diteliti dapat mengurangi jumlah L. monocytogenes pada produk pangan (Tabel 1).

Tabel 1 Nilai Z pada berbagai macam strain L. monocytogenes pada berbagai medium (Doyle et al., 2001).

Selain jenis strain, komposisi lain pada produk pangan juga dapat mempengaruhi resistensi L. monocytogenes pada perlakuan panas. Komposisi lain seperti aktivitas air bahan pangan, kadar gula, kadar garam, dan derajat keasaman produk (Tabel 2). Misalnya pada sayur sayuran segar, jenis sayur dan strain bakteri juga berpengaruh terhadap nilai z bakteri ini (Tabel 3).

Tabel 2 Faktor yang berpengaruh pada nilai D (reduksi jumlah sel sebanyak 1 log) L. monocytogenes
Tabel 3 Resistensi L. monocytogenes pada berbagai komoditas sayur

Selain faktor-faktor tersebut, perlakuan pendahuluan dengan menggunakan pembersih seperti klorin dapat meningkatkan sensitivitas bakteri ini terhadap panas. Adanya klorin dapat melukai integritas sel bakteri dan lebih mudah dikurangi jumlahnya dengan suhu yang lebih rendah dibandingkan tanpa penambahan klorin sebelum pemasakan.

Hal lain yang perlu diwaspadai dalam menghindari listeriosis adalah dengan menjaga kebersihan orang yang menangani pangan dan memisahkan bahan mentah dengan bahan matang, sehingga mengurangi kemungkinan kontaminasi silang (cross contamination).

Referensi

Chmielewski, R. A. N., & Frank, J. (2006). A predictive model for heat inactivation of Listeria monocytogenes biofilm on buna-N rubber. LWT, 39, 11–19. https://doi.org/10.1016/j.lwt.2004.10.006

Doyle, M. E., Mazzotta, A. S., Wang, T. I. M., Wiseman, D. W., & Scott, V. N. (2001). Heat Resistance of Listeria monocytogenes. Journal of Food Protection, 64(3), 410–429.

Embarek, P. K. Ben. (1994). Presence, detection and growth of Listeria monocytogenes in seafoods: a review. International Journal of Food Microbiology, 23(1), 17–34. https://doi.org/10.1016/0168-1605(94)90219-4

Gaze, J. E., Boyd, A. R., & Shaw, H. L. (2006). Heat inactivation of Listeria monocytogenes Scott A on potato surfaces. Journal of Food Engineering, 76, 27–31. https://doi.org/10.1016/j.jfoodeng.2005.05.035

Hamidiyan, N., Salehi-Abargouei, A., Rezaei, Z., Dehghani-Tafti, R., & Akrami-Mohajeri, F. (2018). The prevalence of Listeria spp. food contamination in Iran: A systematic review and meta-analysis. Food Research International, 107(August 2017), 437–450. https://doi.org/10.1016/j.foodres.2018.02.038

Heldman, D. R., Singh, R. P. (2001). Introduction to Food Engineering. London: Academic Press.

Salazar, J. K., Carstens, C. K., Bathija, V. M., Narula, S. S., Parish, M., & Tortorello, M. L. O. U. (2016). Fate of Listeria monocytogenes in Fresh Apples and Caramel Apples. Journal of Food Protection, 79(5), 696–702. https://doi.org/10.4315/0362-028X.JFP-15-442

Tinggalkan Balasan